MENIKAH? AM I READY FOR IT?
7/31/2014
Bukan, judul diatas bukan karena gue ngebet mau nikah kok...
Hari ini 31 juli 2014 mungkin jadi hari yang melegakan buat salah satu sahabat gue, dia dilamar! Uwuwuwuwuw, nervous? pasti! bahagia? iya dong! mau cepet nyusul? nah itu yang gue perlu tanyakan lebih dalam kepada diri sendiri...
Menikah pasti kepengen lah, tapi kalau ngebet, entahlah...
Secara harfiah (ceilah) gue pacaran udah hampir 5 tahun, ga mungkin lah berharap putus atau kandas begitu aja tanpa berlanjut ke jenjang pernikahan, mimpi punya keluarga bahagia sakinah mawadah warahmah ala Rumana sama Robi juga sering ngiter-ngiter di otak gue, tapi jujur entah kenapa gue rasa-rasanya belum siap kalau harus memutuskan menikah di usia yang sebenernya ga dini-dini amat kayak yang temen-temen gue sudah jalani. Banyak faktor yang mempengaruhi itu, pertama kesiapan calon pasangan gue, ga mungkin dong ngebet merit tapi ga ada yang mau nikahin -,- ketidaksiapannya beragam, secara mental, materi, dan titel S2nya yang memang masih on proggress. Gue sih ga maksa, tapi kadang emang lah ada naluri hati yang keceplosan bertanya-tanya apakah kelak gue bakal bersanding sama dia? Gamau dong gue bangkotan lama-lama di status pacaran~
Tapi kalau seandainya di situasi ini dia mengutarakan maksudnya untuk menikah, entahlah... gue pasti bilang YES I DO, tapi mental gue sepertinya tidak. Bukan, bukan karena gue galau atau gajelas tapi ada faktor-faktor yang bikin gue sedih kalau mikir tentang pernikahan. Itu artinya waktu berlalu dengan sangat cepat, suatu saat gue harus melangkah pergi dari rumah ini, jauh dari pengawasan abah, dan bakal jarang ketemu ade-ade gue. Gue tau itu konsekuensi yang sudah ga aneh, tapi yaitulah bedanya gue sama temen-temen gue, mungkin...
Ikatan batin di keluarga gue sangat kuat, entah karena pengaruh dari minusnya mama, atau karena ke over-protective-an abah, yang pasti gue tau satu hal, membayangkan meninggalkan (atau ditinggalkan) mereka aja adalah hal yang paling cepat bikin genangan airmata gue menggumpal, apalagi kalau terjadi beneran :(:(:( I'm going cry really!
loh emang kenapa? Menikah bukan berarti memutus tali silaturrahmi sama orangtua dan saudara-saudara, kan? Mungkin mereka akan bilang begitu, tapi yaitulah gue beda! Karena gue ga terbiasa untuk hidup selain dikelilingi keluarga, sulit dijelaskan emang, tapi contoh kecil lah, banyak orang yang sudah terbiasa berdikari tanpa orangtua, jauh dari saudara-saudaranya, terkadang melibatkan pacar dalam setiap rutinitasnya, malah ada beberapa orang yang sudah biasa membaurkan diri sama keluarga pacar dibanding keluarga sendiri -_- tapi gue enggak, aseli murni segala langkah yang gue lakukan di support dan selalu dalam lingkaran keluarga, itu yang bikin ikatan didalam keluarga ini kuat lebih dari gue kenal diri gue sendiri.
Menikah pasti kepengen lah, tapi kalau ngebet, entahlah...
Secara harfiah (ceilah) gue pacaran udah hampir 5 tahun, ga mungkin lah berharap putus atau kandas begitu aja tanpa berlanjut ke jenjang pernikahan, mimpi punya keluarga bahagia sakinah mawadah warahmah ala Rumana sama Robi juga sering ngiter-ngiter di otak gue, tapi jujur entah kenapa gue rasa-rasanya belum siap kalau harus memutuskan menikah di usia yang sebenernya ga dini-dini amat kayak yang temen-temen gue sudah jalani. Banyak faktor yang mempengaruhi itu, pertama kesiapan calon pasangan gue, ga mungkin dong ngebet merit tapi ga ada yang mau nikahin -,- ketidaksiapannya beragam, secara mental, materi, dan titel S2nya yang memang masih on proggress. Gue sih ga maksa, tapi kadang emang lah ada naluri hati yang keceplosan bertanya-tanya apakah kelak gue bakal bersanding sama dia? Gamau dong gue bangkotan lama-lama di status pacaran~
Tapi kalau seandainya di situasi ini dia mengutarakan maksudnya untuk menikah, entahlah... gue pasti bilang YES I DO, tapi mental gue sepertinya tidak. Bukan, bukan karena gue galau atau gajelas tapi ada faktor-faktor yang bikin gue sedih kalau mikir tentang pernikahan. Itu artinya waktu berlalu dengan sangat cepat, suatu saat gue harus melangkah pergi dari rumah ini, jauh dari pengawasan abah, dan bakal jarang ketemu ade-ade gue. Gue tau itu konsekuensi yang sudah ga aneh, tapi yaitulah bedanya gue sama temen-temen gue, mungkin...
Ikatan batin di keluarga gue sangat kuat, entah karena pengaruh dari minusnya mama, atau karena ke over-protective-an abah, yang pasti gue tau satu hal, membayangkan meninggalkan (atau ditinggalkan) mereka aja adalah hal yang paling cepat bikin genangan airmata gue menggumpal, apalagi kalau terjadi beneran :(:(:( I'm going cry really!
loh emang kenapa? Menikah bukan berarti memutus tali silaturrahmi sama orangtua dan saudara-saudara, kan? Mungkin mereka akan bilang begitu, tapi yaitulah gue beda! Karena gue ga terbiasa untuk hidup selain dikelilingi keluarga, sulit dijelaskan emang, tapi contoh kecil lah, banyak orang yang sudah terbiasa berdikari tanpa orangtua, jauh dari saudara-saudaranya, terkadang melibatkan pacar dalam setiap rutinitasnya, malah ada beberapa orang yang sudah biasa membaurkan diri sama keluarga pacar dibanding keluarga sendiri -_- tapi gue enggak, aseli murni segala langkah yang gue lakukan di support dan selalu dalam lingkaran keluarga, itu yang bikin ikatan didalam keluarga ini kuat lebih dari gue kenal diri gue sendiri.
Suatu saat tapi pasti, gue akan hidup tanpa mereka, dengan orang-orang baru, keluarga kecil yang gue bina sendiri.
Suatu saat tapi pasti, gue akan punya agenda keluarga sendiri tanpa mereka, bersenang-senang yang gue bingung gimana cara membaginya sama mereka, karena selama ini apapun yang gue punya selalu gue bagi sama mereka. Begitupun sebaliknya, I am pretty sure gue bakal envy kebangetan ketika mereka punya agenda keluarga kecil yang mereka lakukan tanpa gue.
I'm not ready for it, yet!
itu kenapa gue ga mau ngebet-bernafsu-menggebu-maksa minta dikawinin, gue menikmati setiap perjalanan hidup gue, masih menikmati berantem sama ade-ade gue, marahin ade-ade gue, makan masakan mama, dimarahin dan dibawelin dengan amazing rules-nya abah, menikmati sisa-sisa hari gue yang masih bisa memaksimalkan kebersamaan ini sama mereka. Dalam setiap tangis, canda, tawa, keluh kesah, dan apapun yang sudah gue lewati bersama mereka -terutama-abah- seumur 22 ini. Gue pengen abah merestui setiap langkah gue dengan kebanggaan bahkan sebelum gue meminta restu untuk menikah, yang artinya gue pengen memberi "lebih dari sesuatu" yang ditandai kebanggaan dan ridho mereka atas pencapaian yang gue bisa kasih maksimal buat mereka sebelum gue minta izin untuk dibawa orang lain, ya gitu lah kira-kira pengennya, Insha Allaah, Aamiin...
Suatu saat tapi pasti, gue akan punya agenda keluarga sendiri tanpa mereka, bersenang-senang yang gue bingung gimana cara membaginya sama mereka, karena selama ini apapun yang gue punya selalu gue bagi sama mereka. Begitupun sebaliknya, I am pretty sure gue bakal envy kebangetan ketika mereka punya agenda keluarga kecil yang mereka lakukan tanpa gue.
I'm not ready for it, yet!
itu kenapa gue ga mau ngebet-bernafsu-menggebu-maksa minta dikawinin, gue menikmati setiap perjalanan hidup gue, masih menikmati berantem sama ade-ade gue, marahin ade-ade gue, makan masakan mama, dimarahin dan dibawelin dengan amazing rules-nya abah, menikmati sisa-sisa hari gue yang masih bisa memaksimalkan kebersamaan ini sama mereka. Dalam setiap tangis, canda, tawa, keluh kesah, dan apapun yang sudah gue lewati bersama mereka -terutama-abah- seumur 22 ini. Gue pengen abah merestui setiap langkah gue dengan kebanggaan bahkan sebelum gue meminta restu untuk menikah, yang artinya gue pengen memberi "lebih dari sesuatu" yang ditandai kebanggaan dan ridho mereka atas pencapaian yang gue bisa kasih maksimal buat mereka sebelum gue minta izin untuk dibawa orang lain, ya gitu lah kira-kira pengennya, Insha Allaah, Aamiin...
Kalau kata devi mainavati ke parvati di drama bollywood devon ke dev mahadev (mahadewa) episode yang gue tonton kemaren, ehm.. ehm.. "ibu berharap engkau menemukan pendamping yang menyayangimu dengan kasih yang luar biasa sehingga engkau terlupa kepada kami orangtuamu", maksudnya bukan melupakan versi durhaka loh ini, tapi setelah menikah si anak ini mendapat kebahagiaan sebenar-benarnya kebahagiaan jadi dia ga ada penyesalan dan ga perlu meng-compare kehidupan saat dia sebelum dan setelah menikah, nah! Itu yang gue pengen, gue gamau dikemudian hari bicara dalam hati "seandainya dulu gue begitu..." atau "waktu dulu gue ga begini nih...", Karena gue yakin kalau gue bisa memaksimalkan kebahagiaan gue dikeluarga yang sekarang, nanti gue akan dapet kehidupan bahagia yang hakiki juga dengan keluarga binaan gue dimasa depan. Hidup itu ga gratis, lo ga bisa minta jaminan hidup bahagia sentosa jaya dengan orang yang baru lo kenal beberapa tahun belakangan tapi lo lupa ngelunasin hutang-hutang kebahagiaan yang sudah orang-orang disekeliling lo kasih buat lo selama ini sebelumnya. Inget, malaikat kanan-kiri lo adalah akunting terbaik sepanjang jaman! berjodoh dengan seseorang itu memang sudah garisan takdir, tapi terlalu dini mikirin jodoh sampai lupa yang mana prioritas sebelum jodoh itu datang, itu namanya habis manis sepah dibuang~ semut diujung benua dicariin, gajah yang ditunggangin ga dianggap. Hih. (Maklumin yak, efek rutin nonton mahabrata jadi bahasanya agak lebay gitu deh).
Intinya, suatu hari, gue tau Allah akan mengatur situasi yang paling tepat untuk dia (entah pria beruntung mana) menjemput gue saat gue sudah siap untuk menikmati kebahagiaan gue dikehidupan selanjutnya :)
Well, tidak mengurangi kebahagiaan gue untuk mereka dihari ini,
Congrats for you both Viensa Andjani Pratiwi & Teguh Nico Hartanto. |
0 komentar